Sebuah renungan untuk kita semua, mengenai sosok seorang wanita yang telah melahirkan kita di dunia ini, beliau mengandung kita selama 9 bulan 10 hari dengan pengorbanan yang besar. Dan kemudian melahirkan kita dengan perjuangan antara hidup dan mati, saat itu seolah kaki beliau yang satu berada di dunia sedangkan satu lainnya lagi sudah ada di alam yang lain, gambaran betapa beratnya perjuangan seorang Ibu melahirkan kita.
Saat kita lahir, betapa senangnya beliau melihat kehadiran kita, anugrah tuhan yang dititipkan padanya akhirnya sudah keluar menjadi seorang manusia yang menjadi buah hatinya. Yang ia rawat bahkan yang ia sayangi melebihi dari rasa sayangnya terhadap dirinya sendiri, apapun akan dia lakukan untuk kita, anaknya, buah hatinya.
Dua tahun pertama setelah kelahiran kita di dunia ini, ia menyusui dan memberikan kasih sayangnya kepada kita tanpa pernah mengharapkan balasan apapun dari kita. Tangisan nakal kita yang seringkali mengganggu tidurnya di malam hari tak pernah ia jadikan keluhan, bahkan dengan ketulusannya ia bangun untuk memberikan ASI ataupun mengganti popok kita meskipun sebenarnya dia masih mengantuk. Begitu juga disaat kita sakit, ia begitu khawatir dan cemas dengan keadaan kita. Apapun akan dia lakukan untuk kesembuhan kita, begitu besar kasih sayang beliau terhadap kita.
Saat kita memasuki masa kanak-kanak, mulai belajar bermain dan mulai banyak mengetahui apa ini dan apa itu, ia menjadi guru pertama kita di dunia ini, yang memberikan semua mata pelajaran kepada kita secara gratis. Ia menjadi seorang guru pertama kita saat kita mulai belajar berjalan, membaca, menulis, mengenal angka dan huruf, belajar berhitung, dan juga pelajaran mengenai agama kita. Semuanya ia ajarkan kepada kita tanpa meminta imbalan kepada kita. Harapannya hanya agar bagaimana kita bisa menjadi orang yang sukses di masa yang akan datang. Seiring do’a tulus darinya, disetiap dzikir dan sholatnya, ia tak pernah luput memanjatkan do’a untuk kita agar semua harapannya untuk kita bisa terjadi suatu saat. Agar kita selalu di berikan petunjuk dan jalan oleh_nya dalam setiap permasalahan yang kita hadapi, agar kita selalu diberikan kesehatan dan keselamatan sepanjang perjalanan hidup kita, dan agar hidup kita selalu dibimbing dan diberkahi oleh_Nya hingga akhir hayat menjemput kita. Itu antara lain yang selalu menjadi harapan dalam setiap do’anya.
Dia memberikan itu semua tanpa meminta bayaran sepeserpun dari kita, tetapi disaat kita mulai banyak tahu dari apa yang telah beliau ajarkan kepada kita, harusnya kita sadar harus seperti apa membalas budi baiknya beliau, menjadi seorang anak yang berbakti sebenarnya sudah menjadi suatu kebahagiaan yang besar baginya.
Tapi disaat beliau butuh pertolongan kita, masih ingatkah kita dengan berbagai macam alasan penolakan kita untuk membatunya? Atau masih ingatkah kita dengan bagaimana cara kita membantah disaat beliau menyuruh kita untuk mengerjakan kewajiban kita? Bahkan kita sering membuat beliau marah dengan tingkah laku kita. Sementara itu, pernahkah beliau menaruh dendam terhadap kita? Bahkan dari sikap kita yang telah melukai hatinya, belia tetap saja mengurusi kita, beliau tetap saja dengan ketulusan dan kasih sayangnya, beliau tetap saja memberikan kita apa yang kita inginkan. Sayangnya mungkin kita tak pernah menyadari itu.
Kita sering meminta imbalan jika diminta membantunya mengerjakan ini dan itu, bahkan kadang kita tidak mau mengerjakan apa yang dimintanya jika beliau tidak memberiklan imbalan seperti yang kita harapkan, mungkin kita selalu meminta tambahan uang jajan jika disuruh untuk membantunya, atau mungkin imbalan yang lain untuk membantunya melakukan berbagai macam pekerjaan rumah, meskipun itu untuk diri kita sendiri, kita tetap saja mengaharapkan imbalan darinya. Seperti itukah cara kita mebalas semua pengorbanan, kasih sayang, dan ketulusan darinya yang semua di berikannya secara gratis??
Mari kita sejenak menundukkan mata hati kita untuk merenung, membayangkan bagaimana selama ini sikap dan tingkah laku kita terhadap beliau, mengintrospeksi diri kita sendiri, apakah selama ini kita sudah cukup bisa membahagiakannya? Atau malah sebaliknya. Entah!
Dari diri kita sendiri akan tahu bagaimana jawabannya, dan seharusnya apa yang wajib kita lakukan untuknya, untuk membalas segala kebaikannya. Sebelum ajal menjemput beliau dan akhirnya kita menyiakan syurga di telapak kakinya. Jangan tunggu nanti untuk berbuat baik padanya, dan jangan tunggu penyesalan menyadarkan kita nantinya.
Dari Ibunda untuk kita, dan dari kita untuk Ibunda!
Maros, 06-Agustus-2012
0 komentar:
Posting Komentar