Tak banyak orang tahu bahwa di Indonesia terdapat sebuah benteng kuno yang disebut-sebut sebagai benteng terluas di dunia. Benteng tersebut bernama Benteng Keraton Wolio yang terletak di Kota Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara.
Benteng Keraton Wolio adalah peninggalan Kerajaan Buton dan telah terdaftar dalam rekor MURI sebagai benteng terluas di dunia dengan panjang mencapai 3 kilometer, tinggi 4 meter dan tebalnya 2 meter. Benteng ini dibangun abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji, bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596) dan diteruskan hingga masa Sultan Buton VI (1632-1645).
Area yang demikian luas itu mengalahkan benteng terluas di dunia sebelumnya yang berada di Denmark.
Benteng Keraton Buton aslinya bernama Gafurul Wadudu, berbentuk huruf "dhal" (alpabet Arab) yang diambil dari huruf terakhir nama Nabi Muhammad SAW. Menurut cerita masyarakat, pembuatan benteng ini menggunakan bahan baku utama dari batu-batu gunung yang direkatkan dengan kapur dan rumput laut serta putih telur sebagai bahan perekat.
Banyak obyek menarik di dalam benteng Keraton Wolio itu. Di sana ada batu Wolio, batu popaua, masjid agung, makam Sultan Murhum (Sultan Buton pertama), Istana Badia, dan meriam-meriam kuno.
Batu Wolio adalah sebuah batu biasa berwarna gelap. Besarnya kurang lebih sama dengan seekor sapi yang sedang duduk.
Ada satu hal menarik yang patut diketahui penduduk di Nusantara terhadap keberadaan benteng Keraton Buton, yakni sebuah benteng yang tidak hanya berdiri dan diam membisu. Namun, di dalam kawasan benteng keraton terdapat aktivitas masyarakat yang tetap melakukan berbagai macam ritual layaknya yang terjadi pada masa kesultanan berabad abad lalu.
Dan di dalam Masjid Agung, masjid tua dalam kawasan benteng tersebut dapat terasakan bau mistik. Tepat di belakang mimbar khatib atau di ujung kepala imam tatkala dalam keadaan sujud terdapat pintu gua yang disebut ”pusena tanah” (pusat bumi) oleh orang-orang tua di Buton. Konon dari dalam gua itu keluar suara azan pada suatu hari Jumat. Peristiwa itu menjadi latar belakang pendirian masjid di tempat tersebut.
Dilengkapi dengan dua belas pintu gerbang yang disebut Lawa, dan enam belas emplasemen meriam yang disebut Baluara. Lawa dalam bahasa Wolio berarti Pintu gerbang. Lawa berfungsi sebagai penghubung keraton dengan kampung-kampung yang berada di sekitar benteng keraton. Dua belas Lawa pada benteng keraton menurut keyakinan masyarakat Wolio mewakili dua belas jumlah lubang yang ada pada tubuh manusia. Benteng diibaratkan sebagai tubuh manusia.
Setiap Lawa memiliki bentuk bentuk yang berbeda beda. Kedua belas Lawa tersebut masing masing bernama Lawana Rakia, Lawana Lanto, Lawana Labunta, Lawana Kampebuni, Lawana warobo, Lawana Dete, Lawana Kalau, Lawana Wajo, Lawana Barukene, Lawana Melai, Lawana Lantongau, dan Lawana Gundi Gundu.
Baluara sendiri berasal dari bahasa Portugis “baluer” yang berarti bastion. Terdapat enam belas baluara pada benteng Keraton Wolio. Baluara merupakan meriam yang terbuat dari besi tua yang berukuran 2 sampai 3 depa.
Letaknya yang berada di puncak bukit, memungkinkan benteng ini sebagai pertahanan terbaik pada zamannya. Dari tepi benteng yang saat ini masih berdiri kokoh, kita dapat memandangi kota Bau-bau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian.
Benteng Keraton Wolio menjadi salah satu situs bersejarah yang menjadi tujuan wisata domestik maupun mancanegara. Di baliknya, terdapat kisah dari kerajaaan Buton yang agung.
Pulau Buton juga menjadi tempat berdiamnya situs-situs yang penuh dengan keindahan visual nan alami. Untuk itu, keberadaan pulau Buton menjadi salah satu mutiara yang tidak ternilai di Sulawesi Tenggara.
Selain itu, di dalam diri orang Buton memiliki falsafah hidup, yakni
Po Mae Maeka, artinya sesama manusia harus tenggang rasa.
Po ma ma siaka, artinya tiap manusia harus saling menyayangi.
Po angka angka taka artinya tiap manusia harus saling menghargai.
Po pia piara artinya tiap manusia harus saling memelihara.
Karena falsafah ini maka pasangan suami istri di Buton sangat awet dan takut sekali bercerai, mungkin prinsip ini perlu diadopsi banyak orang jaman sekarang yang sedikit bermasalah dengan yang terakhir ini.
Inilah Buton, menjadi tempat berdiamnya situ-situs bersejarah yang masih terjaga keberadaannya, menjadi tempat yang dikaruniai dengan beragam pesona alam, tempat yang dilimpahi kekayaan alam yang dapat menjaga kesejahteraan masyarakat di kabupaten Buton.
Nadil TheHunter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar